Sanggau-Warga di Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau, pada Jum’at (25/2) kemarin mendadak dibuat gempar, dengan ulah salah satu oknum Kepala Sekolah yang telah sampai hati melakukan tindakan asusila kepada anak didiknya sendiri. Hanya bermodalkan ancaman tidak akan lulus Ujian Nasional, PT (50), Kepala Sekolah SMPN 01 Parindu itu tega mencabuli muridnya satu kelas.
Hal itu berdasarkan atas pengakuan dari 8 orang siswi di kelas 9 C dan satu siswi di kelas 9 D yang menjadi korbannya. Korban rata-rata berusia 14 sampai 16 tahun. Kasus itu mulai terkuak ketika korban bersama orang tua mencoba memberanikan diri untuk melapor. Dan kini si pelaku cabul itu sedang menjalani tahapannya di Kepolsian Sektor setempat.
Menurut keterangan satu diantara korban, AU (14), kejadian itu telah berlangsung sejak lama, namun mulai terungkap sejak 3 hari yang lalu atau tepatnya pada hari Rabu (23/2) kemarin ketika salah seorang guru bersama murid siswa laki-laki mencoba mendobrak ruang Kepsek. Karena sebelumnya dicurigai ada siswi yang telah mendekam situ, selama hampir tidak kurang dari tiga jam.
Kepsek, menurut AU, kerap memanggil siapa saja, salah seorang siswinya ke ruang kerja PT, dengan alasan penilaian Kepsek terhadap nilai mata pelajaran siswanya yang cenderung menurun.
“Dia di sekolah agak galak orangnya. Saya juga tidak tahu kenapa alasan saya dipanggil keruangan Kepsek. Tiba-tiba, dia tanya, kenapa nilai kamu bisa turun, apa masalahnya, kamu sudah punya pacar ya? Kamu masih perawan?” ujar AU menirukan si Kepsek kepada wartawan, Sabtu (26/2) di Polsek Parindu.
Masih dalam keadaan dibawah tekanan tersebut, korban hanya bisa menjawab seadanya. Setelah mendapat ancaman sedemikian rupa itu, dan dengan sedikit gerakan pelaku kemudian sempat menepuk punggung sebelah kanan korban tiga kali. Namun anehnya entah kenapa, korban merasa seketika itu dirinya seperti terhipnotis dan mau saja menuruti kemauan pelaku. Melihat korban lesu tak berdaya itulah, pelaku langsung secara bebas menggerayangi mangsanya.
“Tatap mata saya. Habis itu, bahu saya ditepuk tiga kali, saya juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba tidak sadarkan diri, seperti terhipnotis, jadi bapak (pelaku,red) meraba-raba disini-sini mas, diremas, dikorek-korek,” timpal siswi lainnya, FL sembari menunjuk ke daerah yang seharusnya tidak disentuh oleh yang bukan muhrimnya, seperti (maaf) payudara dan lubang kemaluan korban.
Senada denga korban lainnya, VT juga mengaku sempat tidak berani ikut les ekstrakulikuler disekolahnya, karena takut. Kepsek diketahui selalu mengambil kesempatan itu pada jam-jam masuk pelajaran sekolah, ketika para siswa dan guru sedang melakukan proses belajar-mengajar.
“Saya sempat diancam pakai Mandau, awas kamu. Dia melarang saya untuk cerita dengan siapa-siapa, kalau cerita nanti kamu sendiri yang malu,” begitu pesan si Kepsek yang disampaikan sejumlah korban. “Dia juga mengancam tidak akan meluluskan ujian UN,” tambahnya dengan wajah sedkit syok.
Meski tak sempat digagahi, pelaku berinisial PT (50) Undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak pada pasal 282 dan KUHP pasal 281 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Kapolres Sanggau, AKBP I Wayan Sugiri melalui penjabat wewenang sementara Kapolsek Parindu, IPDA Muhadi membenarkan kejadian itu. Dirinya mengaku, kini pelaku telah diamankan pihaknya. Demi menghindari amukan warga dan keluarga korban, sambung Muhadi, pelaku terpaksa di titipkan sementara di Mapolres Sanggau, guna pengembangan penyelidikan.
“Ada kemungkinan korban bisa bertambah. Hanya saja, karena pertimbangan beberapa hal, tidak mau melaporkan kejadian yang menimpa mereka,” paparnya.
Orang Tua Minta Pelaku Dihukum Berat dan Adat
Tak terima putrinya yang masih bau kencur di dilecehkan oleh Kepseknya sendiri, sejumlah orangtua dan keluarga korban meminta kepada pihak kepolisian setempat memberikan hukuman seberat-beratnya dan setimpal atas apa yang telah dilakukan PT terhadap putri-putrinya. Tak hanya itu, para orangtua juga akan meminta kepada Dewan Adat setempat untuk memberikan hukuman adat kepada pelaku. Karena dianggap telah mencemarkan nama baik putri dan kampung mereka.
Hal senada ditambahkan Anselmus dan Dominikus Logen, keduanya merupakan orang tua korban mengungkapkan, pihaknya bukan hanya meminta tersangka dijerat dengan hukum positif semata. Namun, akan menjerat dengan hukum adat. Hal itu demi untuk memulihkan nama baik korban dan nama baik kampung masing-masing.
“Ya seberat-beratnya, kalau tadi Kapolsek bilang lima belas tahun, ya segitu. Disamping itu kami akan mengajukan ke dewan adat, supaya Kepsek ini dihukum (lagi) secara adat. Ini demi untuk kebersihan nama baik anak-anak kami dan nama baik kampung kami,” tegas salah satu dari orang tua murid, Sekadi (45) usai melaksanakan pertemuan mendadak antara para dewan guru, orangtua dan pihak kepolisian di ruang guru SMPN 1 Parindu.
Senada dengan ucapan Sekadi, orangtua korban lainnya, Dominicus. L, menegaskan, pihaknya tetap akan menjunjung tinggi proses hukum yang berlaku di republik ini, namun sebagai orang yang memiliki kearifan lokal yang sakral, pelaku harus menjalani hukuman adat.
“Proses hukum positif silakan berjalan. Masalah adat pasti tetap akan kami jalankan, Harapan kami, pelaku di jerat dengan hukum seberat-beratnya. Nah,” ungkapnya dengan mimik wajah tidak main-main.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Minggu, 27 Februari 2011
Parindu Gempar-Kepsek Cabuli Muridnya Satu Kelas
Sanggau-Warga di Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau, pada Jum’at (25/2) kemarin mendadak dibuat gempar, dengan ulah salah satu oknum Kepala Sekolah yang telah sampai hati melakukan tindakan asusila kepada anak didiknya sendiri. Hanya bermodalkan ancaman tidak akan lulus Ujian Nasional, PT (50), Kepala Sekolah SMPN 01 Parindu itu tega mencabuli muridnya satu kelas.
Hal itu berdasarkan atas pengakuan dari 8 orang siswi di kelas 9 C dan satu siswi di kelas 9 D yang menjadi korbannya. Korban rata-rata berusia 14 sampai 16 tahun. Kasus itu mulai terkuak ketika korban bersama orang tua mencoba memberanikan diri untuk melapor. Dan kini si pelaku cabul itu sedang menjalani tahapannya di Kepolsian Sektor setempat.
Menurut keterangan satu diantara korban, AU (14), kejadian itu telah berlangsung sejak lama, namun mulai terungkap sejak 3 hari yang lalu atau tepatnya pada hari Rabu (23/2) kemarin ketika salah seorang guru bersama murid siswa laki-laki mencoba mendobrak ruang Kepsek. Karena sebelumnya dicurigai ada siswi yang telah mendekam situ, selama hampir tidak kurang dari tiga jam.
Kepsek, menurut AU, kerap memanggil siapa saja, salah seorang siswinya ke ruang kerja PT, dengan alasan penilaian Kepsek terhadap nilai mata pelajaran siswanya yang cenderung menurun.
“Dia di sekolah agak galak orangnya. Saya juga tidak tahu kenapa alasan saya dipanggil keruangan Kepsek. Tiba-tiba, dia tanya, kenapa nilai kamu bisa turun, apa masalahnya, kamu sudah punya pacar ya? Kamu masih perawan?” ujar AU menirukan si Kepsek kepada wartawan, Sabtu (26/2) di Polsek Parindu.
Masih dalam keadaan dibawah tekanan tersebut, korban hanya bisa menjawab seadanya. Setelah mendapat ancaman sedemikian rupa itu, dan dengan sedikit gerakan pelaku kemudian sempat menepuk punggung sebelah kanan korban tiga kali. Namun anehnya entah kenapa, korban merasa seketika itu dirinya seperti terhipnotis dan mau saja menuruti kemauan pelaku. Melihat korban lesu tak berdaya itulah, pelaku langsung secara bebas menggerayangi mangsanya.
“Tatap mata saya. Habis itu, bahu saya ditepuk tiga kali, saya juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba tidak sadarkan diri, seperti terhipnotis, jadi bapak (pelaku,red) meraba-raba disini-sini mas, diremas, dikorek-korek,” timpal siswi lainnya, FL sembari menunjuk ke daerah yang seharusnya tidak disentuh oleh yang bukan muhrimnya, seperti (maaf) payudara dan lubang kemaluan korban.
Senada denga korban lainnya, VT juga mengaku sempat tidak berani ikut les ekstrakulikuler disekolahnya, karena takut. Kepsek diketahui selalu mengambil kesempatan itu pada jam-jam masuk pelajaran sekolah, ketika para siswa dan guru sedang melakukan proses belajar-mengajar.
“Saya sempat diancam pakai Mandau, awas kamu. Dia melarang saya untuk cerita dengan siapa-siapa, kalau cerita nanti kamu sendiri yang malu,” begitu pesan si Kepsek yang disampaikan sejumlah korban. “Dia juga mengancam tidak akan meluluskan ujian UN,” tambahnya dengan wajah sedkit syok.
Meski tak sempat digagahi, pelaku berinisial PT (50) Undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak pada pasal 282 dan KUHP pasal 281 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Kapolres Sanggau, AKBP I Wayan Sugiri melalui penjabat wewenang sementara Kapolsek Parindu, IPDA Muhadi membenarkan kejadian itu. Dirinya mengaku, kini pelaku telah diamankan pihaknya. Demi menghindari amukan warga dan keluarga korban, sambung Muhadi, pelaku terpaksa di titipkan sementara di Mapolres Sanggau, guna pengembangan penyelidikan.
“Ada kemungkinan korban bisa bertambah. Hanya saja, karena pertimbangan beberapa hal, tidak mau melaporkan kejadian yang menimpa mereka,” paparnya.
Orang Tua Minta Pelaku Dihukum Berat dan Adat
Tak terima putrinya yang masih bau kencur di dilecehkan oleh Kepseknya sendiri, sejumlah orangtua dan keluarga korban meminta kepada pihak kepolisian setempat memberikan hukuman seberat-beratnya dan setimpal atas apa yang telah dilakukan PT terhadap putri-putrinya. Tak hanya itu, para orangtua juga akan meminta kepada Dewan Adat setempat untuk memberikan hukuman adat kepada pelaku. Karena dianggap telah mencemarkan nama baik putri dan kampung mereka.
Hal senada ditambahkan Anselmus dan Dominikus Logen, keduanya merupakan orang tua korban mengungkapkan, pihaknya bukan hanya meminta tersangka dijerat dengan hukum positif semata. Namun, akan menjerat dengan hukum adat. Hal itu demi untuk memulihkan nama baik korban dan nama baik kampung masing-masing.
“Ya seberat-beratnya, kalau tadi Kapolsek bilang lima belas tahun, ya segitu. Disamping itu kami akan mengajukan ke dewan adat, supaya Kepsek ini dihukum (lagi) secara adat. Ini demi untuk kebersihan nama baik anak-anak kami dan nama baik kampung kami,” tegas salah satu dari orang tua murid, Sekadi (45) usai melaksanakan pertemuan mendadak antara para dewan guru, orangtua dan pihak kepolisian di ruang guru SMPN 1 Parindu.
Senada dengan ucapan Sekadi, orangtua korban lainnya, Dominicus. L, menegaskan, pihaknya tetap akan menjunjung tinggi proses hukum yang berlaku di republik ini, namun sebagai orang yang memiliki kearifan lokal yang sakral, pelaku harus menjalani hukuman adat.
“Proses hukum positif silakan berjalan. Masalah adat pasti tetap akan kami jalankan, Harapan kami, pelaku di jerat dengan hukum seberat-beratnya. Nah,” ungkapnya dengan mimik wajah tidak main-main.
Hal itu berdasarkan atas pengakuan dari 8 orang siswi di kelas 9 C dan satu siswi di kelas 9 D yang menjadi korbannya. Korban rata-rata berusia 14 sampai 16 tahun. Kasus itu mulai terkuak ketika korban bersama orang tua mencoba memberanikan diri untuk melapor. Dan kini si pelaku cabul itu sedang menjalani tahapannya di Kepolsian Sektor setempat.
Menurut keterangan satu diantara korban, AU (14), kejadian itu telah berlangsung sejak lama, namun mulai terungkap sejak 3 hari yang lalu atau tepatnya pada hari Rabu (23/2) kemarin ketika salah seorang guru bersama murid siswa laki-laki mencoba mendobrak ruang Kepsek. Karena sebelumnya dicurigai ada siswi yang telah mendekam situ, selama hampir tidak kurang dari tiga jam.
Kepsek, menurut AU, kerap memanggil siapa saja, salah seorang siswinya ke ruang kerja PT, dengan alasan penilaian Kepsek terhadap nilai mata pelajaran siswanya yang cenderung menurun.
“Dia di sekolah agak galak orangnya. Saya juga tidak tahu kenapa alasan saya dipanggil keruangan Kepsek. Tiba-tiba, dia tanya, kenapa nilai kamu bisa turun, apa masalahnya, kamu sudah punya pacar ya? Kamu masih perawan?” ujar AU menirukan si Kepsek kepada wartawan, Sabtu (26/2) di Polsek Parindu.
Masih dalam keadaan dibawah tekanan tersebut, korban hanya bisa menjawab seadanya. Setelah mendapat ancaman sedemikian rupa itu, dan dengan sedikit gerakan pelaku kemudian sempat menepuk punggung sebelah kanan korban tiga kali. Namun anehnya entah kenapa, korban merasa seketika itu dirinya seperti terhipnotis dan mau saja menuruti kemauan pelaku. Melihat korban lesu tak berdaya itulah, pelaku langsung secara bebas menggerayangi mangsanya.
“Tatap mata saya. Habis itu, bahu saya ditepuk tiga kali, saya juga tidak tahu, kenapa tiba-tiba tidak sadarkan diri, seperti terhipnotis, jadi bapak (pelaku,red) meraba-raba disini-sini mas, diremas, dikorek-korek,” timpal siswi lainnya, FL sembari menunjuk ke daerah yang seharusnya tidak disentuh oleh yang bukan muhrimnya, seperti (maaf) payudara dan lubang kemaluan korban.
Senada denga korban lainnya, VT juga mengaku sempat tidak berani ikut les ekstrakulikuler disekolahnya, karena takut. Kepsek diketahui selalu mengambil kesempatan itu pada jam-jam masuk pelajaran sekolah, ketika para siswa dan guru sedang melakukan proses belajar-mengajar.
“Saya sempat diancam pakai Mandau, awas kamu. Dia melarang saya untuk cerita dengan siapa-siapa, kalau cerita nanti kamu sendiri yang malu,” begitu pesan si Kepsek yang disampaikan sejumlah korban. “Dia juga mengancam tidak akan meluluskan ujian UN,” tambahnya dengan wajah sedkit syok.
Meski tak sempat digagahi, pelaku berinisial PT (50) Undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak pada pasal 282 dan KUHP pasal 281 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Kapolres Sanggau, AKBP I Wayan Sugiri melalui penjabat wewenang sementara Kapolsek Parindu, IPDA Muhadi membenarkan kejadian itu. Dirinya mengaku, kini pelaku telah diamankan pihaknya. Demi menghindari amukan warga dan keluarga korban, sambung Muhadi, pelaku terpaksa di titipkan sementara di Mapolres Sanggau, guna pengembangan penyelidikan.
“Ada kemungkinan korban bisa bertambah. Hanya saja, karena pertimbangan beberapa hal, tidak mau melaporkan kejadian yang menimpa mereka,” paparnya.
Orang Tua Minta Pelaku Dihukum Berat dan Adat
Tak terima putrinya yang masih bau kencur di dilecehkan oleh Kepseknya sendiri, sejumlah orangtua dan keluarga korban meminta kepada pihak kepolisian setempat memberikan hukuman seberat-beratnya dan setimpal atas apa yang telah dilakukan PT terhadap putri-putrinya. Tak hanya itu, para orangtua juga akan meminta kepada Dewan Adat setempat untuk memberikan hukuman adat kepada pelaku. Karena dianggap telah mencemarkan nama baik putri dan kampung mereka.
Hal senada ditambahkan Anselmus dan Dominikus Logen, keduanya merupakan orang tua korban mengungkapkan, pihaknya bukan hanya meminta tersangka dijerat dengan hukum positif semata. Namun, akan menjerat dengan hukum adat. Hal itu demi untuk memulihkan nama baik korban dan nama baik kampung masing-masing.
“Ya seberat-beratnya, kalau tadi Kapolsek bilang lima belas tahun, ya segitu. Disamping itu kami akan mengajukan ke dewan adat, supaya Kepsek ini dihukum (lagi) secara adat. Ini demi untuk kebersihan nama baik anak-anak kami dan nama baik kampung kami,” tegas salah satu dari orang tua murid, Sekadi (45) usai melaksanakan pertemuan mendadak antara para dewan guru, orangtua dan pihak kepolisian di ruang guru SMPN 1 Parindu.
Senada dengan ucapan Sekadi, orangtua korban lainnya, Dominicus. L, menegaskan, pihaknya tetap akan menjunjung tinggi proses hukum yang berlaku di republik ini, namun sebagai orang yang memiliki kearifan lokal yang sakral, pelaku harus menjalani hukuman adat.
“Proses hukum positif silakan berjalan. Masalah adat pasti tetap akan kami jalankan, Harapan kami, pelaku di jerat dengan hukum seberat-beratnya. Nah,” ungkapnya dengan mimik wajah tidak main-main.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar