Sabtu, 07 Agustus 2010

Acara Molor Satu Jam, Walikota Berang


Fikri Akbar, Pontianak

Walikota Pontianak, Sutarmidji terlihat sangat kecewa, pasalnya acara Saprahan dan Jamuan Besan Tradisi Adat Melayu yang diselenggarakan di tepian sungai kapuas kafe banjar serasan pada Sabtu (7/8) itu molor dari waktu yang ditentukan. Kekecewaan itu, ditumpahkan Sutarmidji pada awal pembukaan pidatonya.

Sebelumnya, berdasarkan agenda, waktu ditetapkan tersebut pada jam 9.30 WIB, namun bergeser satu jam pada pukul 10.30 WIB–baru dimulai. “Saya minta hari ini acaranya tepat waktu, kalau 9.30 ini jam 10.30 baru mulai. Kita harus menggunakan waktu seefesien mungkin dan sebaik mungkin, karena selama ini asal ada kegiatan selalu molor satu jam,” kata Sutarmidji dengan nada kecewa.

Jengah dengan pemandangan seperti itu, Sutarmidji meminta kepada panitia agar acara terus saja dimulai dengan berapa saja orang yang hadir disitu, dan Sutarmidji mengaku tidak masalah. Selanjutnya yang tampak hadir pada kesempatan itu, hanya Ketua DPRD Kota Pontianak, Ketua Komisi B Kota Pontianak, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, perwakilan PHRI Provinsi dan PHRI Kota Pontianak, dan sedikit dari kepala badan, Kadis, Camat, Lurah se-Kota Pontianak yang hadir.

“Saya diberitahu jam 9.30, makanya saya upayakan datang kesini 9.30! dan saya minta supaya acara segera dimulai seberapaepun ade orangnye. Karena budaya melayu tidak seperti itu. Tidak ada namanya budaya melayu itu jam karet dan sebagainya. Budaya melayu harus tepat waktu. Karena orang melayu itu identik dengan muslim, dan muslim itu sholatnya tepat waktu. Jadi ade yang telambat satu jam, ooh biaselah melayu, tidak ade seperti itu, salah kalau orang bilang melayu suka tidak tepat waktu” ceramah Sutarmidji. Suasana mendadak hening.

Kekesalan Sutarmidji tersebut, ditambah dengan sedikitnya jumlah dari kepala-kepala dinas dari masing-masing SKPD-SKPD Pemkot yang hadir pada acara ritual budaya Melayu yang dilakukan sekali tiap tahunnya itu.

“Kalau mau nurutkan ini hari libur kerja, saya juga seperti itu, tapi ternyata banyak kepala dinas sekarang masih banyak (memilih) yang sedang berlibur, jadi tidak bisa menghadiri kegiatan ini,” kata Walikota menyidir.

“Dicatat saja bu, siape yang tidak hadir, kepala dinas, bidang, camat lurah yang tidak hadir, lain kali jangan diundang, ngapain kita ngundang die, yang jelas tidak menghargai orang yang ngundang, jangan diundang kembali,” kata Sutarmidji geram, sembari mengarahkan pandangannya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Kadisbudpar) Kota Pontianak, Utin Hj. Hadijah sebagai tanda instruksi dari Walikota. kemudian disambut dengan anggukan, “ya pak,” kata Utin pelan.


Dirinya mengingatkan kembali kepada seluruh jajaran SKPD-SKPD yang berada dilingkungan Pemkot Pontianak untuk mengindahkan setiap undangan-undangan yang bersifat seremonial dan penting seperti itu.

“Sama juga, kalau ada undangan di rumah dinas. Saya lihat kalau sudah dua kali kepala dinas atau kepala badan tidak hadir undangan, saya bilang jangan diundang. Kegiatan apapun jangan diundang, biar aja dia mau jadi apa, kalau dia mau jalan sendiri, biarkan. Jadi kita kedepan kegiatan harus tepat waktu,” ancamnya.

“Dan kedepan kegiatan-kegiatan seperti ini, lebih banyak menghadirkan masyarakat terutama pelaku-pelaku dibidang usaha,” ujarnya. Selanjutnya acara Saprahan dan Jamuan Besan Tradisi Adat Melayu tersebut terus berlanjut sesuai agenda dan berjalan dengan lancar.

Tradisi Saprahan

Saprahan merupakan bagian dari adat budaya suku Melayu. Saprahan sendiri dapat diartikan lengkap sebagai bagian dari upacara adat berupa jamuan atau tata cara bersantap adat melayu. Jamuan seprahan ini adalah jamuan yang dihidangkan di atas kain putih yang dihamparkan di atas tikar panjang atau permadani yang disebut kain Saprahan,

Pada acara Saprahan tersebut, jenis makanan yang biasa dihidangkan diantaranya nasi putih dan nasi kebuli, lauk pauk yang terdiri dari dalca, semur daging, paceri nenas/terong. Sedangkan untuk minumannya terdiri dari air putih dan air serbat. Air serbat adalah air yang berwarna kemerah-merahan yang diminum sebagai minuman penutup.

Setelah acara Saprahan tersebut, prosesi dilanjutkan dengan Cucur Air Mawar. Cucur air mawar, yakni salah satu tradisi yang biasa dilakukan oleh pihak keluarga pengantin perempuan terhadap pasangan pengantin yang baru saja melaksanakan ijab kabul. Hal itu dimaksudkan untuk mendoakan, memberkahi dan memberikan restu kepada kedua mempelai.

Kemudia acara ditutup dengan Jamu Besan yang dilaksanakan setelah usai acara pernikahan. Jamu besan adalah, memberi makan orang tua pengantin pria beserta keluarganya, sebagai pertanda dimulainya suatu ikatan tali silaturrahmi antara kedua keluarga mempelai.

“Kedepan budaya-budaya adat-istiadat seperti ini–mau darimanapun dia, suku apapun, etnis apapun, itu dikembangkan dan akan kita jadikan objek wisata kota pontianak, Pemerintah Kota Pontianak akan terus berupaya menata objek-objek wisata,” kata Sutarmidji diwawancarai usai Saprahan.


Terdapat beberapa tempat wisata, kata Walikota, yang segera Pemkot selesaikan pada tahun 2010 dan ada juga beberapa target di 2011. “Yang perlu kita selesaikan secepatnya, ada taman alun-alun kapuas yang masih akan dilengkapi dengan taman pintar, kita juga masih upayakan pembebasan lahan milik TNI di sekitar tugu khatulistiwa, agar tugu dapat ditata dengan baik, penurapan disekitar makam batu layang, kemudian pembuatan seteher dari kampung luar sampai jembatan Kapuas I, tiga meter nanti lebarnya, mudah-mudahan bisa dilaksanakan tahun 2011,” jelas Sutarmidji

Sutarmidji menilai, banyak sekali tempat-tempat wisata yang bernuansa budaya di kota Pontianak, sehingga dapat dijadikan aset bagi perkembangan pembangunan pemerintah Kota Pontianak sendiri. Tak segan dikatakannya, bahwa kota yang dipimpinnya itu, pada setiap tahunnya mampu menarik pengunjung lebih banyak. Sehingga katanya, setiap tahun semakin meningkat saja.

“Minggu ini ada seribuan Marga Huang yang mengadakan reuni akbarnya di Kota Pontianak,” kata Sutarmidji mencontohkan. “Banyak juga diantara pelancong (turis luar,red) yang memilih Kota Pontianak sebagai tempat menyelenggarakan acara-acara itu, imbas dari kegiatan-kegiatan pariwisata ini bisa meningkatkan sumber pendapatan asli daerah dan itu bisa untuk pembiayaan pembangunan di kota pontianak,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Kadisbudpar) Kota Pontianak, Utin Hj. Hadijah menjelaskan, acara itu bertujuan, membangkitkan kekayaan seni dan budaya di Kota Pontianak. “Mengaktualisasikan seni dan budaya guna mengangkat harkat dan martabat kearifan lokal. Selain itu juga akan dijadikan kalender tetap budaya, sebagai promosi Kota Pontianak yang memiliki khazah (kekayaan,red) kebudayaan,” jelas Utin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 07 Agustus 2010

Acara Molor Satu Jam, Walikota Berang


Fikri Akbar, Pontianak

Walikota Pontianak, Sutarmidji terlihat sangat kecewa, pasalnya acara Saprahan dan Jamuan Besan Tradisi Adat Melayu yang diselenggarakan di tepian sungai kapuas kafe banjar serasan pada Sabtu (7/8) itu molor dari waktu yang ditentukan. Kekecewaan itu, ditumpahkan Sutarmidji pada awal pembukaan pidatonya.

Sebelumnya, berdasarkan agenda, waktu ditetapkan tersebut pada jam 9.30 WIB, namun bergeser satu jam pada pukul 10.30 WIB–baru dimulai. “Saya minta hari ini acaranya tepat waktu, kalau 9.30 ini jam 10.30 baru mulai. Kita harus menggunakan waktu seefesien mungkin dan sebaik mungkin, karena selama ini asal ada kegiatan selalu molor satu jam,” kata Sutarmidji dengan nada kecewa.

Jengah dengan pemandangan seperti itu, Sutarmidji meminta kepada panitia agar acara terus saja dimulai dengan berapa saja orang yang hadir disitu, dan Sutarmidji mengaku tidak masalah. Selanjutnya yang tampak hadir pada kesempatan itu, hanya Ketua DPRD Kota Pontianak, Ketua Komisi B Kota Pontianak, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, perwakilan PHRI Provinsi dan PHRI Kota Pontianak, dan sedikit dari kepala badan, Kadis, Camat, Lurah se-Kota Pontianak yang hadir.

“Saya diberitahu jam 9.30, makanya saya upayakan datang kesini 9.30! dan saya minta supaya acara segera dimulai seberapaepun ade orangnye. Karena budaya melayu tidak seperti itu. Tidak ada namanya budaya melayu itu jam karet dan sebagainya. Budaya melayu harus tepat waktu. Karena orang melayu itu identik dengan muslim, dan muslim itu sholatnya tepat waktu. Jadi ade yang telambat satu jam, ooh biaselah melayu, tidak ade seperti itu, salah kalau orang bilang melayu suka tidak tepat waktu” ceramah Sutarmidji. Suasana mendadak hening.

Kekesalan Sutarmidji tersebut, ditambah dengan sedikitnya jumlah dari kepala-kepala dinas dari masing-masing SKPD-SKPD Pemkot yang hadir pada acara ritual budaya Melayu yang dilakukan sekali tiap tahunnya itu.

“Kalau mau nurutkan ini hari libur kerja, saya juga seperti itu, tapi ternyata banyak kepala dinas sekarang masih banyak (memilih) yang sedang berlibur, jadi tidak bisa menghadiri kegiatan ini,” kata Walikota menyidir.

“Dicatat saja bu, siape yang tidak hadir, kepala dinas, bidang, camat lurah yang tidak hadir, lain kali jangan diundang, ngapain kita ngundang die, yang jelas tidak menghargai orang yang ngundang, jangan diundang kembali,” kata Sutarmidji geram, sembari mengarahkan pandangannya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Kadisbudpar) Kota Pontianak, Utin Hj. Hadijah sebagai tanda instruksi dari Walikota. kemudian disambut dengan anggukan, “ya pak,” kata Utin pelan.


Dirinya mengingatkan kembali kepada seluruh jajaran SKPD-SKPD yang berada dilingkungan Pemkot Pontianak untuk mengindahkan setiap undangan-undangan yang bersifat seremonial dan penting seperti itu.

“Sama juga, kalau ada undangan di rumah dinas. Saya lihat kalau sudah dua kali kepala dinas atau kepala badan tidak hadir undangan, saya bilang jangan diundang. Kegiatan apapun jangan diundang, biar aja dia mau jadi apa, kalau dia mau jalan sendiri, biarkan. Jadi kita kedepan kegiatan harus tepat waktu,” ancamnya.

“Dan kedepan kegiatan-kegiatan seperti ini, lebih banyak menghadirkan masyarakat terutama pelaku-pelaku dibidang usaha,” ujarnya. Selanjutnya acara Saprahan dan Jamuan Besan Tradisi Adat Melayu tersebut terus berlanjut sesuai agenda dan berjalan dengan lancar.

Tradisi Saprahan

Saprahan merupakan bagian dari adat budaya suku Melayu. Saprahan sendiri dapat diartikan lengkap sebagai bagian dari upacara adat berupa jamuan atau tata cara bersantap adat melayu. Jamuan seprahan ini adalah jamuan yang dihidangkan di atas kain putih yang dihamparkan di atas tikar panjang atau permadani yang disebut kain Saprahan,

Pada acara Saprahan tersebut, jenis makanan yang biasa dihidangkan diantaranya nasi putih dan nasi kebuli, lauk pauk yang terdiri dari dalca, semur daging, paceri nenas/terong. Sedangkan untuk minumannya terdiri dari air putih dan air serbat. Air serbat adalah air yang berwarna kemerah-merahan yang diminum sebagai minuman penutup.

Setelah acara Saprahan tersebut, prosesi dilanjutkan dengan Cucur Air Mawar. Cucur air mawar, yakni salah satu tradisi yang biasa dilakukan oleh pihak keluarga pengantin perempuan terhadap pasangan pengantin yang baru saja melaksanakan ijab kabul. Hal itu dimaksudkan untuk mendoakan, memberkahi dan memberikan restu kepada kedua mempelai.

Kemudia acara ditutup dengan Jamu Besan yang dilaksanakan setelah usai acara pernikahan. Jamu besan adalah, memberi makan orang tua pengantin pria beserta keluarganya, sebagai pertanda dimulainya suatu ikatan tali silaturrahmi antara kedua keluarga mempelai.

“Kedepan budaya-budaya adat-istiadat seperti ini–mau darimanapun dia, suku apapun, etnis apapun, itu dikembangkan dan akan kita jadikan objek wisata kota pontianak, Pemerintah Kota Pontianak akan terus berupaya menata objek-objek wisata,” kata Sutarmidji diwawancarai usai Saprahan.


Terdapat beberapa tempat wisata, kata Walikota, yang segera Pemkot selesaikan pada tahun 2010 dan ada juga beberapa target di 2011. “Yang perlu kita selesaikan secepatnya, ada taman alun-alun kapuas yang masih akan dilengkapi dengan taman pintar, kita juga masih upayakan pembebasan lahan milik TNI di sekitar tugu khatulistiwa, agar tugu dapat ditata dengan baik, penurapan disekitar makam batu layang, kemudian pembuatan seteher dari kampung luar sampai jembatan Kapuas I, tiga meter nanti lebarnya, mudah-mudahan bisa dilaksanakan tahun 2011,” jelas Sutarmidji

Sutarmidji menilai, banyak sekali tempat-tempat wisata yang bernuansa budaya di kota Pontianak, sehingga dapat dijadikan aset bagi perkembangan pembangunan pemerintah Kota Pontianak sendiri. Tak segan dikatakannya, bahwa kota yang dipimpinnya itu, pada setiap tahunnya mampu menarik pengunjung lebih banyak. Sehingga katanya, setiap tahun semakin meningkat saja.

“Minggu ini ada seribuan Marga Huang yang mengadakan reuni akbarnya di Kota Pontianak,” kata Sutarmidji mencontohkan. “Banyak juga diantara pelancong (turis luar,red) yang memilih Kota Pontianak sebagai tempat menyelenggarakan acara-acara itu, imbas dari kegiatan-kegiatan pariwisata ini bisa meningkatkan sumber pendapatan asli daerah dan itu bisa untuk pembiayaan pembangunan di kota pontianak,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Kadisbudpar) Kota Pontianak, Utin Hj. Hadijah menjelaskan, acara itu bertujuan, membangkitkan kekayaan seni dan budaya di Kota Pontianak. “Mengaktualisasikan seni dan budaya guna mengangkat harkat dan martabat kearifan lokal. Selain itu juga akan dijadikan kalender tetap budaya, sebagai promosi Kota Pontianak yang memiliki khazah (kekayaan,red) kebudayaan,” jelas Utin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar