Jumat, 12 November 2010

Memaknai Jasa Pahlawan Dengan Cara Membuat Mereka Bangga

Fikri Akbar, Pontianak

Pengertian pahlawan tidak semestinya diartikan kaku, dengan sebagai orang yang telah gigih berjuang untuk membela kebenaran demi tumpah darah dan maruah bangsa. Namun terlepas dari itu, siapapun dia, yang telah berjuang melakukan perubahan dan mendedikasikan seluruh jiwa, kesempatan dan waktunya dengan penuh ikhlas dan tanpa pamrih, itulah disebut pahlawan.

Wakil Ketua I DPRD Kota Pontianak Herri Mustamin menggaris bawahi pengertian itu, dengan adanya dua tipologi pahlawan dalam pemaknaannya, yakni pahlawan dalam rangka merebut kemerdekaan dan pahlawan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Sehingga kata dia, banyak peran yang dapat dilakukan dan pengertian pahlawan tidak lagi satu wacana.

“Kemudian ada pahlawan pembangunan, pahlawan tanpa tanda jasa, kemudian ada pahlawan yang berbuat kebaikan lainnya,” kata Herri.

Dan seorang berhak disebut sebagai pahlawan karena, menurut Herri, dia telah melakukan perubahan positif terhadap masyarakatnya demi memperjuangkan cita-cita bangsa yang luhur. “Tapi yang paling penting menurut saya dalam konteks pahlawan, yaitu bagaimana kita mensuritauladani dari semua definisi kepahlawanan tadi. Pertama seorang pahlawan itu pasti berjuang dengan penuh keihklasan dan tanpa pamrih, kedua pastilah dalam perjuangannya pahlawan pasti akan menemui hambatan, kendala, dikhianati, bahkan mungkin disakiti, tapi jiwa seorang pahlawan tidak mendendam,” paparnya.

Sebenarnya, ungkap Herri, banyak calon-calon pahlawan saat ini, tapi banyak dari calon-calon ini, masih digelumuri oleh rasa dendam, dan menurut Herri itu akan menjadi kendala besar. “Ini yang jadi masalah. Saya melihat, para pelaku pelaksana pembangunan, masih ada semacam pemikiran mendendam dengan cara-cara menjatuhkan lawan-lawannya dan sebagainya, saya pikir ini kurang memahami makna pahlawan,” menurutnya.

Sedikit mengulang sejarah, kata Herri, bagaimana sosok seorang Sultan Sulatan Abdurrahman al-Kadrie dan Sultan Muhammad al-Kadrie. Menurutnya, yang perlu digali dari sosok seorang Sultan misalnya, Abdurrahman, pada masanya telah berhasil mempersatukan umat dan masuyarakat di Kota Pontianak.

“Bagaimana bisa membangun masjid yang begitu megah, membangun kesultanan yang begitu megah, tanpa mengunakan teknologi canggih? Logikanya mesti itu dibangun dengan masa yang tidak sedikit, dan saya yakin adanya persatuan dalam masyarakat pada masa itu,” tutur Herri.

“Itu yang harus kita digali dan dipelajari. Mempersatukan etnis. Ada jawanya, ada dayaknya, ada maduranya, ada habaib-nya, ada bugisnya, dan yang pastinya ada melayunya. Dia sebenarnya pahlawan, pahlawan apa? Pahlawan pemersatu, dengan tidak memandang dari etnis mana dan agama apa,” tambah Herri.

Sebagai generasi yang ditinggalkan, lantas apa yang mesti dilakukan untuk membuat pahlawan atau para pendahulu itu merasa bangga? “Ya itu tadi, siapapun dia, kita wajib mengikuti apa yang telah mereka lakukan, hal itu pasti menjadi kebanggaan baginya” jawab Herri.

Bagaimana menyikapi dan menjalankan amant para pendahulu dengan adanya perubahan zaman pergeseran era. “Oke, zaman boleh berubah, tapi norma, etika, kebaikan, keihlasan sampai kapanpun tidak akan pernah berubah. Inilah pahlawan sejati, ini yang harus dicontoh,” tanggapnya.

Caranya, dengan melanjutkan perjuangan para pendahulu itu melalui kondisi keilmuan dan teknologi yang berkembang saat ini. Bagaimana kita mempersiapkan keterampilan generasi muda dengan iman, ilmu dan teknologi. Sebagai anggota legislatif tentunya dengan cara mengalokaiskan dana-dana APBN dan APBD bagi pendidikan informal maupun formal.

“Jangan kita asal bicara saja, masa kinilah yang mempersiapkan masa datang. Jadi jujur saja, pemerintah dan DPRD ini jangan terlena saja, hanya mengurus politik paraktis saja, hanya tebar pesona sana-sini,” tutupnya.

Disamping itu, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Pontianak, Satarudin, mengeaskan bagaimanpun adanya, seorang gigih berjuang untuk membela kebenaran demi tumpah darah dan maruah bangsa, tetaplah dipandang sebagai pahlawan, dan wajib bagi generasi penerus untuk menghormatinya. “Karena bagaimanapun, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawan dan pendiri bangsa yang gugur demi membela hak-hak negara Indonesia yang kita cintai ini,” ujarnya diplomatis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 12 November 2010

Memaknai Jasa Pahlawan Dengan Cara Membuat Mereka Bangga

Fikri Akbar, Pontianak

Pengertian pahlawan tidak semestinya diartikan kaku, dengan sebagai orang yang telah gigih berjuang untuk membela kebenaran demi tumpah darah dan maruah bangsa. Namun terlepas dari itu, siapapun dia, yang telah berjuang melakukan perubahan dan mendedikasikan seluruh jiwa, kesempatan dan waktunya dengan penuh ikhlas dan tanpa pamrih, itulah disebut pahlawan.

Wakil Ketua I DPRD Kota Pontianak Herri Mustamin menggaris bawahi pengertian itu, dengan adanya dua tipologi pahlawan dalam pemaknaannya, yakni pahlawan dalam rangka merebut kemerdekaan dan pahlawan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Sehingga kata dia, banyak peran yang dapat dilakukan dan pengertian pahlawan tidak lagi satu wacana.

“Kemudian ada pahlawan pembangunan, pahlawan tanpa tanda jasa, kemudian ada pahlawan yang berbuat kebaikan lainnya,” kata Herri.

Dan seorang berhak disebut sebagai pahlawan karena, menurut Herri, dia telah melakukan perubahan positif terhadap masyarakatnya demi memperjuangkan cita-cita bangsa yang luhur. “Tapi yang paling penting menurut saya dalam konteks pahlawan, yaitu bagaimana kita mensuritauladani dari semua definisi kepahlawanan tadi. Pertama seorang pahlawan itu pasti berjuang dengan penuh keihklasan dan tanpa pamrih, kedua pastilah dalam perjuangannya pahlawan pasti akan menemui hambatan, kendala, dikhianati, bahkan mungkin disakiti, tapi jiwa seorang pahlawan tidak mendendam,” paparnya.

Sebenarnya, ungkap Herri, banyak calon-calon pahlawan saat ini, tapi banyak dari calon-calon ini, masih digelumuri oleh rasa dendam, dan menurut Herri itu akan menjadi kendala besar. “Ini yang jadi masalah. Saya melihat, para pelaku pelaksana pembangunan, masih ada semacam pemikiran mendendam dengan cara-cara menjatuhkan lawan-lawannya dan sebagainya, saya pikir ini kurang memahami makna pahlawan,” menurutnya.

Sedikit mengulang sejarah, kata Herri, bagaimana sosok seorang Sultan Sulatan Abdurrahman al-Kadrie dan Sultan Muhammad al-Kadrie. Menurutnya, yang perlu digali dari sosok seorang Sultan misalnya, Abdurrahman, pada masanya telah berhasil mempersatukan umat dan masuyarakat di Kota Pontianak.

“Bagaimana bisa membangun masjid yang begitu megah, membangun kesultanan yang begitu megah, tanpa mengunakan teknologi canggih? Logikanya mesti itu dibangun dengan masa yang tidak sedikit, dan saya yakin adanya persatuan dalam masyarakat pada masa itu,” tutur Herri.

“Itu yang harus kita digali dan dipelajari. Mempersatukan etnis. Ada jawanya, ada dayaknya, ada maduranya, ada habaib-nya, ada bugisnya, dan yang pastinya ada melayunya. Dia sebenarnya pahlawan, pahlawan apa? Pahlawan pemersatu, dengan tidak memandang dari etnis mana dan agama apa,” tambah Herri.

Sebagai generasi yang ditinggalkan, lantas apa yang mesti dilakukan untuk membuat pahlawan atau para pendahulu itu merasa bangga? “Ya itu tadi, siapapun dia, kita wajib mengikuti apa yang telah mereka lakukan, hal itu pasti menjadi kebanggaan baginya” jawab Herri.

Bagaimana menyikapi dan menjalankan amant para pendahulu dengan adanya perubahan zaman pergeseran era. “Oke, zaman boleh berubah, tapi norma, etika, kebaikan, keihlasan sampai kapanpun tidak akan pernah berubah. Inilah pahlawan sejati, ini yang harus dicontoh,” tanggapnya.

Caranya, dengan melanjutkan perjuangan para pendahulu itu melalui kondisi keilmuan dan teknologi yang berkembang saat ini. Bagaimana kita mempersiapkan keterampilan generasi muda dengan iman, ilmu dan teknologi. Sebagai anggota legislatif tentunya dengan cara mengalokaiskan dana-dana APBN dan APBD bagi pendidikan informal maupun formal.

“Jangan kita asal bicara saja, masa kinilah yang mempersiapkan masa datang. Jadi jujur saja, pemerintah dan DPRD ini jangan terlena saja, hanya mengurus politik paraktis saja, hanya tebar pesona sana-sini,” tutupnya.

Disamping itu, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Pontianak, Satarudin, mengeaskan bagaimanpun adanya, seorang gigih berjuang untuk membela kebenaran demi tumpah darah dan maruah bangsa, tetaplah dipandang sebagai pahlawan, dan wajib bagi generasi penerus untuk menghormatinya. “Karena bagaimanapun, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawan dan pendiri bangsa yang gugur demi membela hak-hak negara Indonesia yang kita cintai ini,” ujarnya diplomatis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar