Fikri Akbar, Pontianak
Setelah resmi dibentuknya panitia khusus Khatulistiwa Plaza Pontianak pada Kamis, 7 Oktonber 2010, DPRD Kota Pontianak berjanji akan menelusuri dasar pemecahan HGB atas HPL yang dilakukan oleh PT Seroja kepada 310 pedagang dan kios di pusat perbelanjaan Khatulistiwa Plaza.
Menurut Anggota Komisi A, Erwin Sugiarto memadang adanya beberapa indikasi penyimpangan. Bahkan meyakini, ujung dari pansus ini nantinya akan berakhir di pengadilan. Tak hanya itu, anggota pansus itu juga mengaku, bahwa pihaknya telah mengantongi adanya sejumlah permasalahan dari perjanjian tersebut.
“Saya yakin, ujung dari pansus ini akan berakhir di pengadilan. Kita suda mengantongi permasalahan dari perjanjian itu, makanya kita komitmen membentuk pansus,” kata Erwin kepada wartawan usai pembentukan Pansus, Kamis (7/10) kemarin.
Salah satu yang dianggap janggal oleh Erwin, perpanjangan yang dilakukan antara PT Seroja dan Pemkot yang dilakukan pada tahun 2001. padahal menurut Erwin, sesuai dengan peraturan yang berlaku, perpanjangan HGB dilakukan satu hari setelah tanggal perjanjian pertama berakhir.
“HGB Khatuilistiwa Plaza itu dimulai pada 1984, seharusnya perpanjangan dilakukan di 2004 plus satu hari. Tapi perpanjangan dilakukan pada 2001. ini tidak sesuai,” kata legislator dari partai Reformasi itu.
Sementara itu, Wakil ketua Pansus, Muhammad Fauzi juga mempertanyakan tentang perpanjangan HGB induk yang diberikan kepada PT Seroja oleh Pemkot. Karena menurut Fauzi, perpanjangan HGB tidak kembali lagi ke PT Seroja, karena alasannya HGB induk sudah dipecah kepada 310 pedagang yang ada di Khatulistiwa Plaza. Sehingga, kata dia, hingga akhir 2004 HGB itu atas nama pedagang masing-masing.
“Logika hukum kita, walaupun ada perpanjangan, seyogianya tidak lagi kembali ke PT Seroja sebagai pemegang HGB induk, karena PT Seroja telah melakukan jual beli kepada para pedagang di KP yang dikeluarkan BPN Kota Pontianak. Perpanjangan dengan mengabaikan hak-hak pedagang. Yang menjadi prioritas itu adalah pemegang HGB itu sendiri, karena HGB itu sudah dipecah menjadi 310, tentunya hak dan kewajiba antara PT Seroja dengan pedagang sama dimata hukum, namun faktanya HGB itu hanya diberikan kepada PT Seroja oleh Pemerintah Daerah,” ujar Fauzi.
“Yang lebih naifnya lagi, PT Seroja itu duduk diatas penderitaan para pedagang, kenapa saya bilang begitu, PT Seroja melakukan pembayaran tidak secara tunai, PT Seroja membayar 3 juta perkios, sementara PT Seroja memungut bayaran dari pedagang itu dengan 3 juta permeter, sehingga kesimpulan sementara kami, dengan uang yang sekitar tiga ratusan juta, dibayar dengan menunggu hasil dari pembayaran pedagang yang ada disitu. Ini sangat memprihatinkan, kalau semacam itu lebih baik dikelola saja oleh Pemda, akan lebih untung APBD yang diperoleh,” tambah Fauzi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jumat, 15 Oktober 2010
Dewan Akan Telusuri Pemecahan HGB KP-Erwin: “Saya Yakin Ujung Dari Pansus Ini Akan Berakhir di Pengadilan”
Fikri Akbar, Pontianak
Setelah resmi dibentuknya panitia khusus Khatulistiwa Plaza Pontianak pada Kamis, 7 Oktonber 2010, DPRD Kota Pontianak berjanji akan menelusuri dasar pemecahan HGB atas HPL yang dilakukan oleh PT Seroja kepada 310 pedagang dan kios di pusat perbelanjaan Khatulistiwa Plaza.
Menurut Anggota Komisi A, Erwin Sugiarto memadang adanya beberapa indikasi penyimpangan. Bahkan meyakini, ujung dari pansus ini nantinya akan berakhir di pengadilan. Tak hanya itu, anggota pansus itu juga mengaku, bahwa pihaknya telah mengantongi adanya sejumlah permasalahan dari perjanjian tersebut.
“Saya yakin, ujung dari pansus ini akan berakhir di pengadilan. Kita suda mengantongi permasalahan dari perjanjian itu, makanya kita komitmen membentuk pansus,” kata Erwin kepada wartawan usai pembentukan Pansus, Kamis (7/10) kemarin.
Salah satu yang dianggap janggal oleh Erwin, perpanjangan yang dilakukan antara PT Seroja dan Pemkot yang dilakukan pada tahun 2001. padahal menurut Erwin, sesuai dengan peraturan yang berlaku, perpanjangan HGB dilakukan satu hari setelah tanggal perjanjian pertama berakhir.
“HGB Khatuilistiwa Plaza itu dimulai pada 1984, seharusnya perpanjangan dilakukan di 2004 plus satu hari. Tapi perpanjangan dilakukan pada 2001. ini tidak sesuai,” kata legislator dari partai Reformasi itu.
Sementara itu, Wakil ketua Pansus, Muhammad Fauzi juga mempertanyakan tentang perpanjangan HGB induk yang diberikan kepada PT Seroja oleh Pemkot. Karena menurut Fauzi, perpanjangan HGB tidak kembali lagi ke PT Seroja, karena alasannya HGB induk sudah dipecah kepada 310 pedagang yang ada di Khatulistiwa Plaza. Sehingga, kata dia, hingga akhir 2004 HGB itu atas nama pedagang masing-masing.
“Logika hukum kita, walaupun ada perpanjangan, seyogianya tidak lagi kembali ke PT Seroja sebagai pemegang HGB induk, karena PT Seroja telah melakukan jual beli kepada para pedagang di KP yang dikeluarkan BPN Kota Pontianak. Perpanjangan dengan mengabaikan hak-hak pedagang. Yang menjadi prioritas itu adalah pemegang HGB itu sendiri, karena HGB itu sudah dipecah menjadi 310, tentunya hak dan kewajiba antara PT Seroja dengan pedagang sama dimata hukum, namun faktanya HGB itu hanya diberikan kepada PT Seroja oleh Pemerintah Daerah,” ujar Fauzi.
“Yang lebih naifnya lagi, PT Seroja itu duduk diatas penderitaan para pedagang, kenapa saya bilang begitu, PT Seroja melakukan pembayaran tidak secara tunai, PT Seroja membayar 3 juta perkios, sementara PT Seroja memungut bayaran dari pedagang itu dengan 3 juta permeter, sehingga kesimpulan sementara kami, dengan uang yang sekitar tiga ratusan juta, dibayar dengan menunggu hasil dari pembayaran pedagang yang ada disitu. Ini sangat memprihatinkan, kalau semacam itu lebih baik dikelola saja oleh Pemda, akan lebih untung APBD yang diperoleh,” tambah Fauzi.
Setelah resmi dibentuknya panitia khusus Khatulistiwa Plaza Pontianak pada Kamis, 7 Oktonber 2010, DPRD Kota Pontianak berjanji akan menelusuri dasar pemecahan HGB atas HPL yang dilakukan oleh PT Seroja kepada 310 pedagang dan kios di pusat perbelanjaan Khatulistiwa Plaza.
Menurut Anggota Komisi A, Erwin Sugiarto memadang adanya beberapa indikasi penyimpangan. Bahkan meyakini, ujung dari pansus ini nantinya akan berakhir di pengadilan. Tak hanya itu, anggota pansus itu juga mengaku, bahwa pihaknya telah mengantongi adanya sejumlah permasalahan dari perjanjian tersebut.
“Saya yakin, ujung dari pansus ini akan berakhir di pengadilan. Kita suda mengantongi permasalahan dari perjanjian itu, makanya kita komitmen membentuk pansus,” kata Erwin kepada wartawan usai pembentukan Pansus, Kamis (7/10) kemarin.
Salah satu yang dianggap janggal oleh Erwin, perpanjangan yang dilakukan antara PT Seroja dan Pemkot yang dilakukan pada tahun 2001. padahal menurut Erwin, sesuai dengan peraturan yang berlaku, perpanjangan HGB dilakukan satu hari setelah tanggal perjanjian pertama berakhir.
“HGB Khatuilistiwa Plaza itu dimulai pada 1984, seharusnya perpanjangan dilakukan di 2004 plus satu hari. Tapi perpanjangan dilakukan pada 2001. ini tidak sesuai,” kata legislator dari partai Reformasi itu.
Sementara itu, Wakil ketua Pansus, Muhammad Fauzi juga mempertanyakan tentang perpanjangan HGB induk yang diberikan kepada PT Seroja oleh Pemkot. Karena menurut Fauzi, perpanjangan HGB tidak kembali lagi ke PT Seroja, karena alasannya HGB induk sudah dipecah kepada 310 pedagang yang ada di Khatulistiwa Plaza. Sehingga, kata dia, hingga akhir 2004 HGB itu atas nama pedagang masing-masing.
“Logika hukum kita, walaupun ada perpanjangan, seyogianya tidak lagi kembali ke PT Seroja sebagai pemegang HGB induk, karena PT Seroja telah melakukan jual beli kepada para pedagang di KP yang dikeluarkan BPN Kota Pontianak. Perpanjangan dengan mengabaikan hak-hak pedagang. Yang menjadi prioritas itu adalah pemegang HGB itu sendiri, karena HGB itu sudah dipecah menjadi 310, tentunya hak dan kewajiba antara PT Seroja dengan pedagang sama dimata hukum, namun faktanya HGB itu hanya diberikan kepada PT Seroja oleh Pemerintah Daerah,” ujar Fauzi.
“Yang lebih naifnya lagi, PT Seroja itu duduk diatas penderitaan para pedagang, kenapa saya bilang begitu, PT Seroja melakukan pembayaran tidak secara tunai, PT Seroja membayar 3 juta perkios, sementara PT Seroja memungut bayaran dari pedagang itu dengan 3 juta permeter, sehingga kesimpulan sementara kami, dengan uang yang sekitar tiga ratusan juta, dibayar dengan menunggu hasil dari pembayaran pedagang yang ada disitu. Ini sangat memprihatinkan, kalau semacam itu lebih baik dikelola saja oleh Pemda, akan lebih untung APBD yang diperoleh,” tambah Fauzi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar