Kamis, 21 Oktober 2010

Kabag Hukum Pemkot Akui Ada Kelemahan Pada Isi Perjanjian

Fikri Akbar, Pontianak

Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Pontianak, Yaya Maulidia mengakui adanya beberapa kelemahan dari isi perjanjian nomor 08 tahun 2001 antara Pemkot dan pemilik PT Seroja Plaza Developer Pontianak. Kelemahan itu diakui Yaya disela-sela rapat kerja Pansus Khatulistiwa Plaza DPRD Kota Pontianak bersama pihak eksekutif Pemkot di ruang rapat serba-guna gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota Pontianak, Selasa (19/10).

“Bukan ada kejanggalan, tapi kelemahan,” jawab Yaya kepada wartawan usai raker.

Menurut Yaya, kelemahan isi perjanjian itu hanya terkait pada masa perpanjangan HGB, yang semula menurut PP 40 tahun 1996 menyatakan bahwa pepanjangan hanya boleh dilakukan selama 20 tahun serta dan perjanjian pembaharuan HGB yang dinilai berbeda dari perjanjian pertama pada tahun 1985. Sedangkan tidak dimasukkannya SK Mentri Dalam Negeri (Mendagri) nomor; 244/HGB/DA/1985 pada perjanjian kedua pada nomor 08/2001 itu, menurut Yaya tidak termasuk kelemahan.

“Kajian sementara kita itu. Kelemahan bukan terkait SK Mentri,” katanya mengakhiri.

Sementara itu, Wakil ketua Pansus, Muhammad Fauzi, juga membenarkan adanya kelemahan dalam isi perjanjian antar Pemkot dan pihak developer tersebut, sebagaimana yang diakui Yaya.

“Ini masih proses pendalaman, cuman dalam kesimpulan sementara, sebagaimana yang diakui oleh Kabag Hukum Pemkot tadi, beliau menyadari bahwa perjanjian terdapat kelemahan,” ujar Fauzi membenarkan.

Namun menurut Pansus, kata Fauzi, kelemahan perjanjian itu tidaklah sesederhana apa yang disampaikan oleh Yaya. Karena, lanjut Fauzi, pada isi perjanjian itu terdapat transaksi jual beli Hak Guna Bangunan (HGB) antara PT. Seroja dengan 310 pedagang. Yang kedua, jelas Fauzi, adanya perlakuan tidak adil yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pedagang, karena di PP 40 tahun 1296 telah mengamanahkan serta memprioritaskan perpanjangan HGB kepada pemilik HGB itu sendiri. Karena selama ini yang hanya boleh melakukan perpanjangan ke BPN hanya pihak PT. Seroja saja, sedangkan pedagang tidak boleh.

“Karena dalam isi perjanjian itu ada kata “DIPISAHKAN”, maka pemilik HGB yang 310 sama kedudukannya dimata hukum dan pemerintah,” tegas Fauzi.

Selanjutnya, masih kata Fauzi, tidak dimasukkannya SK mentri pada adendum perjanjian kedua no 08 tahun 2001 itu, juga menuai kelemahan dan masalah bagi isi perjanjian sendiri. Karena menurut Fauzi setiap pengelolaan aset milik daerah, wajib memasukkan SK mentri dalam setiap perjanjian yang dibuat.

“Karena itu amanah PP nomor 40, yang mengharuskan pengelolaan aset itu, harus ada SK dari Mendagri. Tidak mungkin dong, perjanjian antara pemerintah dengan PT. Seroja itu mengalahkan aturan yang lebih tinggi? Dalam hal ini keputusan dalam negeri itu,” kata Fauzi.

Ketua Pansus, Erick S Martio saat raker dengan agenda pembahasan kasus hukum yang terjadi di pusat perbelanjaan Khatulistiwa Plaza Pontianak itu, menegaskan kepada unsur Pemkot yang diantaranya dihadiri oleh, Kabag Hukum, Kabag Aset, Dinas Tata Ruang dan BP2T untuk dapat bekerjasama dengan baik bersama Pansus dengan tidak menutup-nutupi informasi.

“Kita ingin membantu Pemda dalam hal ini, jangan ditutup-tutupi, kalau ditutup-tutupi, kita akan buka lagi,” kata Erick Tegas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 21 Oktober 2010

Kabag Hukum Pemkot Akui Ada Kelemahan Pada Isi Perjanjian

Fikri Akbar, Pontianak

Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Pontianak, Yaya Maulidia mengakui adanya beberapa kelemahan dari isi perjanjian nomor 08 tahun 2001 antara Pemkot dan pemilik PT Seroja Plaza Developer Pontianak. Kelemahan itu diakui Yaya disela-sela rapat kerja Pansus Khatulistiwa Plaza DPRD Kota Pontianak bersama pihak eksekutif Pemkot di ruang rapat serba-guna gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota Pontianak, Selasa (19/10).

“Bukan ada kejanggalan, tapi kelemahan,” jawab Yaya kepada wartawan usai raker.

Menurut Yaya, kelemahan isi perjanjian itu hanya terkait pada masa perpanjangan HGB, yang semula menurut PP 40 tahun 1996 menyatakan bahwa pepanjangan hanya boleh dilakukan selama 20 tahun serta dan perjanjian pembaharuan HGB yang dinilai berbeda dari perjanjian pertama pada tahun 1985. Sedangkan tidak dimasukkannya SK Mentri Dalam Negeri (Mendagri) nomor; 244/HGB/DA/1985 pada perjanjian kedua pada nomor 08/2001 itu, menurut Yaya tidak termasuk kelemahan.

“Kajian sementara kita itu. Kelemahan bukan terkait SK Mentri,” katanya mengakhiri.

Sementara itu, Wakil ketua Pansus, Muhammad Fauzi, juga membenarkan adanya kelemahan dalam isi perjanjian antar Pemkot dan pihak developer tersebut, sebagaimana yang diakui Yaya.

“Ini masih proses pendalaman, cuman dalam kesimpulan sementara, sebagaimana yang diakui oleh Kabag Hukum Pemkot tadi, beliau menyadari bahwa perjanjian terdapat kelemahan,” ujar Fauzi membenarkan.

Namun menurut Pansus, kata Fauzi, kelemahan perjanjian itu tidaklah sesederhana apa yang disampaikan oleh Yaya. Karena, lanjut Fauzi, pada isi perjanjian itu terdapat transaksi jual beli Hak Guna Bangunan (HGB) antara PT. Seroja dengan 310 pedagang. Yang kedua, jelas Fauzi, adanya perlakuan tidak adil yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pedagang, karena di PP 40 tahun 1296 telah mengamanahkan serta memprioritaskan perpanjangan HGB kepada pemilik HGB itu sendiri. Karena selama ini yang hanya boleh melakukan perpanjangan ke BPN hanya pihak PT. Seroja saja, sedangkan pedagang tidak boleh.

“Karena dalam isi perjanjian itu ada kata “DIPISAHKAN”, maka pemilik HGB yang 310 sama kedudukannya dimata hukum dan pemerintah,” tegas Fauzi.

Selanjutnya, masih kata Fauzi, tidak dimasukkannya SK mentri pada adendum perjanjian kedua no 08 tahun 2001 itu, juga menuai kelemahan dan masalah bagi isi perjanjian sendiri. Karena menurut Fauzi setiap pengelolaan aset milik daerah, wajib memasukkan SK mentri dalam setiap perjanjian yang dibuat.

“Karena itu amanah PP nomor 40, yang mengharuskan pengelolaan aset itu, harus ada SK dari Mendagri. Tidak mungkin dong, perjanjian antara pemerintah dengan PT. Seroja itu mengalahkan aturan yang lebih tinggi? Dalam hal ini keputusan dalam negeri itu,” kata Fauzi.

Ketua Pansus, Erick S Martio saat raker dengan agenda pembahasan kasus hukum yang terjadi di pusat perbelanjaan Khatulistiwa Plaza Pontianak itu, menegaskan kepada unsur Pemkot yang diantaranya dihadiri oleh, Kabag Hukum, Kabag Aset, Dinas Tata Ruang dan BP2T untuk dapat bekerjasama dengan baik bersama Pansus dengan tidak menutup-nutupi informasi.

“Kita ingin membantu Pemda dalam hal ini, jangan ditutup-tutupi, kalau ditutup-tutupi, kita akan buka lagi,” kata Erick Tegas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar