Jumat, 22 Oktober 2010

PT. Seroja Berjalan atas Dasar Perjanjian “Sakti”

Fikri Akbar, Pontianak

PT Seroja Plaza Developer Pontianak terang-terang membahtah jika kebijakan selama ini yang dilakukan pihaknya adalah salah dimata hukum, karena menurut PT yang dikomandani oleh Bambang Wijanarko itu, telah berjalan diatas garis hukum dan berdasarkan ketentuan yang berlaku di dalam isi perjanjian nomor 08 tahun 2001 antara PT Seroja Plaza Developer Pontianak dengan Pemerintah Kota.

Hal itu dinyatakan oleh Kuasa Hukum PT Seroja Plaza Developer Pontianak, Cristof H. Purba usai putusan resmi penundaan raker Pansus Kahtalistiwa Plaza DPRD Kota Potianak dengan PT Seroja Plaza Developer Pontianak di ruang rapat serbaguna DPRD Kota Pontianak, Rabu (20/10) kemarin. Alasan penangguhan itu sendiri, karena Bambang Wijanarko sebagai Dirut tidak hadir dalam undangan.

“PT. Serojalah yang mengelola itu, sesuai kesepakatan dengan Pemkot, atas dasar perjanjian inilah dilakukan pemungutan retribusi dan sebagainya,” ujar Cristof sesaat setelah putusan penundaan secara resmi dikabarkan Pansus.

Dikatakan Cristof PT Seroja tidak pernah menghalang-halangi para pedagang untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB)-nya masing-masing, apalagi sampai memaksa para pedagang untuk membayar perpanjangan HGB melalui notaris PT. Seroja dengan membebankan uang sebesar Rp 5 juta sebagai syarat perpanjangan. “Kalau dari Pemkot membolehkan, ya silahkan, kita tidak memaksa, tapi mereka ke pemkot ditolak, ke BPN di tolak, karena itu kesepakatannya,” kata dia.

Tapi yang jelas, kata Cristof, PT. Seroja tidak bermaksud merugikan pedagang, uang yangv dibankan oleh PT. Seroja kepada para pedagang sebesar 3 juta permeter persegi yang diberlakukan selama 20 tahun sekali itu, digunakan oleh PT. Seroja untuk servis charce yang notabenenya kembali untuk pelayanan maksimal kepada 310 pedagang disitu. “Service charce itu termasuklah pengamannya, penggantian lampunya, perawatan bangunannya dan lain-lain selama 20 tahun. Coba kalau dihitung, 3 juta itu dibagi 20 tahun, hanya Rp 416 perak saja perharinya, ” taksirnya.

Tapi coba anda cek, ada beberapa kios disitu yang disewakan antara pedagang dengan pedagang seharga 20 juta pertahun, berapa untungnya? Tidak masalah. Sedangkan PT Seroja memungut dari pedagang hanya Rp. 416 perak sehari, itupun untuk service charce,” kata Cristof.

Sementara itu, terkait dengan tidak dimasukkannya SK Mendagri nomor 244/HGB/DA/1985 pada adindum perjanjian kedua nomor 08/2001, Cristof mengaku tidak tahu-menahu soal itu, karena menurutnya PT. Seroja hanya berpegang pada perjanjian yang sudah sah dilakukan bersama Walikota.

“Kalau mengenai itu, tanyakan ke Walikota atau BPN, itu saja. Kita (hanya) mengikuti aturan, kalau disuruh masukkan SK Mentri (pada adindum kedua,red) kita masukkan, kan gitu,” jawab Cristof sekenanya saja.

SK Mendagri tersebut, mengatur bahwa pusat perbelanjaan Khatulistuwa Plaza hanya boleh diperuntukkan bagi pusat perbelanjaan dan kios-kios. Dan lagi-lagi Cristof berdalih, dibangunnya Hotel Santika disitu sudah didasarkan pada perjanjian 08 tahun 2001. “Jadi PT. Seroja tidak asal mendirikan hotel disitu, ada ijinya. Dan semua diserahkan pada ijin persetujuan yang ada dalam kesepakatan, maka berdirilah usaha itu, maka berdirilah hotel,” pungkasnya.

Selanjutnya ditambahkan Kuasa Hukum Theresia M.S Pessy SH yang kala itu mendampingi Cristof juga membantah, adanya penarikan iuran tambahan secara paksa oleh PT. Seroja sebesar Rp. 5 juta sebagai pembuatan notaris bagi perpanjnagn HGB pedagang kepada dirinya. “Saya tidak pernah memaksa, silahkan kalau mau ngurus ke yang lain, yang mereka bayar itu harga jasa keprofesionalan kerja saya,” tegasnya singkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 22 Oktober 2010

PT. Seroja Berjalan atas Dasar Perjanjian “Sakti”

Fikri Akbar, Pontianak

PT Seroja Plaza Developer Pontianak terang-terang membahtah jika kebijakan selama ini yang dilakukan pihaknya adalah salah dimata hukum, karena menurut PT yang dikomandani oleh Bambang Wijanarko itu, telah berjalan diatas garis hukum dan berdasarkan ketentuan yang berlaku di dalam isi perjanjian nomor 08 tahun 2001 antara PT Seroja Plaza Developer Pontianak dengan Pemerintah Kota.

Hal itu dinyatakan oleh Kuasa Hukum PT Seroja Plaza Developer Pontianak, Cristof H. Purba usai putusan resmi penundaan raker Pansus Kahtalistiwa Plaza DPRD Kota Potianak dengan PT Seroja Plaza Developer Pontianak di ruang rapat serbaguna DPRD Kota Pontianak, Rabu (20/10) kemarin. Alasan penangguhan itu sendiri, karena Bambang Wijanarko sebagai Dirut tidak hadir dalam undangan.

“PT. Serojalah yang mengelola itu, sesuai kesepakatan dengan Pemkot, atas dasar perjanjian inilah dilakukan pemungutan retribusi dan sebagainya,” ujar Cristof sesaat setelah putusan penundaan secara resmi dikabarkan Pansus.

Dikatakan Cristof PT Seroja tidak pernah menghalang-halangi para pedagang untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB)-nya masing-masing, apalagi sampai memaksa para pedagang untuk membayar perpanjangan HGB melalui notaris PT. Seroja dengan membebankan uang sebesar Rp 5 juta sebagai syarat perpanjangan. “Kalau dari Pemkot membolehkan, ya silahkan, kita tidak memaksa, tapi mereka ke pemkot ditolak, ke BPN di tolak, karena itu kesepakatannya,” kata dia.

Tapi yang jelas, kata Cristof, PT. Seroja tidak bermaksud merugikan pedagang, uang yangv dibankan oleh PT. Seroja kepada para pedagang sebesar 3 juta permeter persegi yang diberlakukan selama 20 tahun sekali itu, digunakan oleh PT. Seroja untuk servis charce yang notabenenya kembali untuk pelayanan maksimal kepada 310 pedagang disitu. “Service charce itu termasuklah pengamannya, penggantian lampunya, perawatan bangunannya dan lain-lain selama 20 tahun. Coba kalau dihitung, 3 juta itu dibagi 20 tahun, hanya Rp 416 perak saja perharinya, ” taksirnya.

Tapi coba anda cek, ada beberapa kios disitu yang disewakan antara pedagang dengan pedagang seharga 20 juta pertahun, berapa untungnya? Tidak masalah. Sedangkan PT Seroja memungut dari pedagang hanya Rp. 416 perak sehari, itupun untuk service charce,” kata Cristof.

Sementara itu, terkait dengan tidak dimasukkannya SK Mendagri nomor 244/HGB/DA/1985 pada adindum perjanjian kedua nomor 08/2001, Cristof mengaku tidak tahu-menahu soal itu, karena menurutnya PT. Seroja hanya berpegang pada perjanjian yang sudah sah dilakukan bersama Walikota.

“Kalau mengenai itu, tanyakan ke Walikota atau BPN, itu saja. Kita (hanya) mengikuti aturan, kalau disuruh masukkan SK Mentri (pada adindum kedua,red) kita masukkan, kan gitu,” jawab Cristof sekenanya saja.

SK Mendagri tersebut, mengatur bahwa pusat perbelanjaan Khatulistuwa Plaza hanya boleh diperuntukkan bagi pusat perbelanjaan dan kios-kios. Dan lagi-lagi Cristof berdalih, dibangunnya Hotel Santika disitu sudah didasarkan pada perjanjian 08 tahun 2001. “Jadi PT. Seroja tidak asal mendirikan hotel disitu, ada ijinya. Dan semua diserahkan pada ijin persetujuan yang ada dalam kesepakatan, maka berdirilah usaha itu, maka berdirilah hotel,” pungkasnya.

Selanjutnya ditambahkan Kuasa Hukum Theresia M.S Pessy SH yang kala itu mendampingi Cristof juga membantah, adanya penarikan iuran tambahan secara paksa oleh PT. Seroja sebesar Rp. 5 juta sebagai pembuatan notaris bagi perpanjnagn HGB pedagang kepada dirinya. “Saya tidak pernah memaksa, silahkan kalau mau ngurus ke yang lain, yang mereka bayar itu harga jasa keprofesionalan kerja saya,” tegasnya singkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar